Saturday, 17 January 2015

Seminar Gunadarma Music Clinic 2015 - #UGSeminar

Ok, hari kamis kemaren tanggal 15 Januari 2015, akhirnya saya bisa ikut seminar di Gunadarma (sebenernya sabtu sebelumnya saya ikut seminar juga sih huehuehue). Seminar ini sungguh sangat diluar jurusan saya. Seminar ini bahas tentang industri musik non mainstream. Bagaimana para musisi yang gak biasa bisa hidup. Adhi Djimar jadi pembicara di seminar ini. Dia adalah project director dari Indonesia Cuting Edge Music Award atau ICEMA, sebuah penghargaan yang ditujukan untuk para musisi non mainstream.

Adhji Djimar punya pandangan para musisi yang gak biasa ini harus ada yang mengapresiasi karena sebelum ada ICEMA, belum ada ‘award’ untuk mereka. Bisa dibilang, ICEMA itu award pertama untuk musisi non mainstream. Award ini melibatkan kerja sama antara label indie dengan Microsoft (CMIIW).

Award ini udah berjalan selama 3 tahun dan untuk tahun ini ICEMA break karena gak ada sponsor. Menurut Adhi Djimar, selama 3 tahun ini makin banyak musisi yang bagus-bagus. Dia merasa di Indonesia banyak musisi yang bisa bersaing dengan musisi luar negeri.

Nah ngomong-ngomong, di nama award ini ada istilah ‘Cuting Edge’, bukan non mainstream yang dipake. Menurut Adhji Djimar, istilah ini dipake karena award ini gak cuma buat musisi dengan genre gak biasa. Musisi pop dan rock pun bisa dapet award ini. Cuting edge punya arti karya yang bener-bener beda, ada makna di dalem karya itu dan berkesan. Kriteria yang dipake untuk mendefinisikan karya cuting edge ada banyak, salah satunya lirik yang bermakna. Karena dari lirik yang ditulis sama musisi itu bisa kelihatan tingkat kejeniusannya. Misalnya Sepatu, lagu yang ditulis sama Tulus. Lagu itu nyeritain seorang pasangan yang ingin bersatu tapi gak bisa. Tulus menganalogikan kasus itu dengan sepatu. Hasilnya, kejeniusan. Jenius disini bukan berarti dia pinter matematika, fisika atau ilmu eksakta yang lain ya. Maksudnya jenius bermusik.

Di sesi tanya jawab, saya coba nanya tentang kehidupan musik elektronik di Indonesia. Karena saya lihat, musik elektronik di Indonesia masih sedikit non-mainstream. Musik elektronik yang saya maksud bukan EDM loh hihi. Pertanyaan saya dijawab sama moderator, Kiki Aulia Ucup. Dia bilang, sebenernya para musisi elektronik gak mati juga. Misalnya bottlesmoker, duo elektronik asal Bandung. Awalnya media mengangkat mereka karena beda dari yang lain, tapi lama-kelamaan media mulai gak meliput mereka. Jadi seakan-akan mereka hilang begitu aja, padahal sampe sekarang mereka masih perform dimana-mana dan baru aja rilis album baru judulnya Hypnogogic. Mas Adhi Djimar pun mengiyakan jawaban Bang Ucup. Menurut dia, tergantung kita gimana ngelihatnya. Kalo kita ikutin pasti kita tahu kalo musisi itu gak hilang.


Mungkin segitu aja saya cerita materi yang saya dapet pas seminar dan untuk ngebuktiin saya ikut itu seminar, ini sertifikat yang saya dapet huehuehue.


1 comment:

  1. gunadarma selalu memberikan seminar yang bermanfat bagi mahasiswa nya,
    yuk kunjungi http://seminar.gunadarma.ac.id/v2/

    ReplyDelete